SIMKAH, yang dalam perkenalan pertama dipahami
adalah sebuah system yang bisa membantu kerja penulisan/pengisian "arsip"
Negara dari cara "manual" (menulis dan menggaris pakai tangan dan tinta
hitam serta harus huruf KAPITAL.red)
berganti dengan cara yang lebih modern dan bermartabat, yaitu dengan
menggunakan mesin (printer.red).
Melihat hal itu maka banyak yang bersemangat
sebagian dari para kuli catat pernikahan untuk memakai "barang" yang
bisa sedikit meringankan kerja itu. Maka ada yang berasumsi, SIMKAH adalah
pengisian model-model pencatatan Nikah pakai mesin (printer). Kenapa tidak?
Dengan system yang dibangun dan dipelihara serta terus dikembangkan oleh
"Ariessoftware.net" itu, kerja yang biasanya diselesaikan oleh 4
orang personil bisa diselesaikan hanya oleh "satu orang" operator saja.
Bahkan ada seloroh dari beberapa rekan pegawai KUA
yang sudah hampir memasuki usia pensiun menyatakan " semenjak mulai jadi
pegawai sampai berkenalan dengan SIMKAH, kerjanya setiap hari di KUA hanya "menggaris"
saja, mulai dari model NB sampai model N. Bisa dibayangkan hampir separoh umur
"pegawai KUA" hanya diperuntukkan untuk menggaris saja.
Kehadiran SIMKAH yang menawarkan segudang kemudahan,
sangat membantu urusan administrasi dengan hasil yang bagus serta rapi.
Hari ini semenjak SIMKAH sudah diparkir di Bimas
Islam Kemenag RI, perlahan tapi pasti para kuli pencatatan pernikahan
sebenarnya bisa sedikit bernafas lega serta sedikit mengendurkan pergelangan
tangan yang pegal dan penat untuk penulisan dan penggarisan dokumen pernikahan.
Melirik beberapa kemudahan kerja yang ditawarkan
oleh SIMKAH di atas, sangat disayangkan masih ada yang acuh bahkan ada yang
dengan gigih mempertanyakan regulasi (KMA, PMA, EDARAN dll) dasar hukumnya apa?
Padahal jika ditanya para bawahan mereka pasti akan menjawab kenapa tidak
dipakai jika system itu bisa mempermudah kerja?
Seperti pernah diungkapkan dalam uneg-uneg
sebelumnya keengganan mencoba memakai SIMKAH itu kebanyakan dilatarbelakangi
oleh "ketakutan"
berkurangnya "jatah" yang bisa didapat. Padahal tidak, bahkan
jujur dituliskan di sini kita bisa dapat lebih dari yang pernah
"didapatkan" sebelum memakai SIMKAH, minimal "lembaga kita"
(KUA khususnya dan Kementerian Agama pada umunya) dapat "pujian" yang
nilainya lebih dari apapun walaupun itu bukan tujuan kita sebagai pelayan.
Maka seyogianyalah hari ini, di era keterbukaan
informasi kita para petugas pencatat pernikahan berfikir dan bertindak cepat
untuk memanfaatkan system yang sedang dibangun ini. Mari kita wujudkan
"database pernikahan se Indonesia" melalui optimalisasi pemakaian
SIMKAH.
Bisa dibayangkan jika seluruh pernikahan yang
tercatat di KUA sudah berada dalam satu file database, dan seluruh KUA direndam
banjir, kebakaran, ataupun bencana-bencana yang lain, maka tidak akan ada
istilah "pemutihan", tidak ada jawaban kepada masyarakat, “maaf
mungkin akta nikah yang nama bapak ada didalamnya sudah terendam banjir”,
atau berbagai dalih yang dikemukakan karena banyaknya debu akta nikah kalau
mesti mencari ke gudang.
Kemudian, database pernikahan itu juga bisa kita
share ke instansi yang notabene selalu lempar permasalahan ke KUA, seperti
Pengadilan Agama, kependudukan serta Imigrasi. Sehingga permasalahan klasik
masalah tercatat atau tidaknya sebuah pernikahan akan terjawab tuntas hanya
dengan jargon "JUST ONE
CLICK".
Semoga kita (khususnya orang-orang
yang berkecimpung di dunia ke-KUA-an) akan tergugah dan termotivasi dengan
hadirnya Aplikasi SIMKAH ini, sehingga KUA tidak lagi dianggap
sebagai Instansi yang “MARJINAL” dan terpinggirkan yang selalu dicari-cari
kekurangannya dan lain sebagainya. SEMOGA. Amin