SELAMAT DATANG DI WEB SEKSI URAIS KANKEMENAG KAB. BLORA ............... ::...:: ........... SEBAGAI SARANA INFORMASI ........... :: ...:: .......... SEMOGA BERMANFAAT ..............::... :: ............. SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

Selasa, 13 Maret 2012

KELUARGA SAKINAH DAN CIRINYA


Setiap kali ada perhelatan acara pernikahan kita yang datang untuk menghadiri acara tersebut dimintai do’a dan restu bagi kedua mempelai agar kelak setelah menikah dapat membangun sebuah keluarga yang sakinah, bahagia dunia dan akhirat. Lalu apa yang dimaksud keluarga sakinah? Dan bagaimana pula menciptakannya?
Sebelum membahas lebih lanjut, kita perhatikan dulu apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah. Kata “sakinah” terambil dari akar kata yang terdiri atas huruf arab yaitu sin, kaf, dan nun, yang mengandung makna “ketenangan”  atau “anonim dari guncang dan gerak”. Berbagai bentuk kata yang terdiri atas ketiga huruf tersebut, semuanya bermuara  pada makna di atas.
Dalam bahasa Arab, rumah dinamai “maskan” karena ia merupakan tempat untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya sang penghuni bergerak (beraktivitas diluar). Sedangkan salah satu tujuan orang berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman tersebut. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt. Berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa  kasihg sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30]:21)
Telah menjaadi sunnatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan sebuah keluarga sakinah yang merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih  dan shalihah. Di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan kasih sayang, ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Konsep ideal inilah yang telah dijelaskan di atas, sepintas memang sulit untuk di wujudkan, tetapi insya Allah seiring dengan berjalannya proses belajar bagi suami, istri dan seluruh anggota keluarga, rumah tangga seperti ini akan bisa terwujud.
Dapat dikatakan bahwa keluarga sakinah akan tercapai ketika terpenuhinya kebutuhan rumah tangga lahir dan batin. Bangunan rumah tangga yang sakinah adalah bangunan rumah tangga yang terpenuhi secara lahiriah dan ma’nawiah. Dan ini, dapat terlihat dari ciri-ciri yang terdapat dalam keluarga tadi. Ibarat orang yang hendak membangun rumah idaman, banyak sekali hal-hal yang perlu dipertimbangkan, dari tanah yang akan didiaminya, cuaca lingkungan yang baik, yang kemudian di dukung oleh peralatan material rumah yang baik, gaya arsitektur yang baik, dan anggota rumah tangga yang baik pula.
Berikut ini, ada beberapa ciri rumah tangga sakinah yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk menilai sejauh mana tingkat kesakinahan keluarga kita, berdasarkan keseharian dalam rumah tangga yang sudah berjalan sekian lama atau sebagai pelajaran bagi mereka yang akan merencanakan pernikahan :
Pertama, bangunan ma’nawiah. Ini adalah ruh dari sebuah rumah tangga , yaitu perangkat rumah tangga dari segi isinya. Isi disini dimaksudkan sebagai niat dan cita-cita dari masing-masing anggota keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah. Adakah niat itu? Apa tujuan kita berumah tangga? Sekedar memenuhi kebutuhan jasmaniah semata atau ada yang lain? Ini perlu dipikirkan dan ditata ulang jika perlu agar keluarga yang kita bangun susah payah tidak berakhir dengan sia-sia tanpa makna.
Kedua, berkeluarga yang dibina atas asas agama. Maksudnya adalah dalam mendirikan rumah tangga bukan hanya asal-asalan, akan tetapi dimulai dengan niat suci yang kuat bahwa membina rumah tangga itu karena niat ibadah dengan mengharapkan keridlaan Allah. Proses ini, bisa dimulai dari  sebelum pernikahan berlangsung, bahkan sejak kedua belah pihak memilih pasangan. Proses yang berlangsung mulai dari memilih pasangan, meminang sampai dengan pernikahan, sebaiknya tidak dikotori oleh maksiat kepada Allah Swt. Hal ini, sangat berpengaruh dalam membangun rumah tangga yang diliputi dalam suasana ibadah. Dengan berpijak pada niat yang baik tadi, insya Allah permasalahan apapun akan mudah diselesaikan, karena keduanya tunduk pada aturan Allah Swt.
Ketiga, anggota keluarga menerapkan akhlak al-karimah. Peran ayah dan ibu, sangat penting untuk menurunkan nilai-nilai Islam ini kepada anak-anak. Oleh karena itu, selain ayah dan ibu harus terus menerus belajar menyerap nilai-nilai Islam ini ke dalam sikap dan tingkah lakunya, menjadi kewajiban mereka juga untuk mengajarkan hal ini kepada seluruh anggota  keluarga yang lainnya, bahkan termasuk kepada pembantu rumah tangga. Ayah menjadi direktur yang menerapkan kebijakan-kebijakan Islami dalam rumah tangga, sedangkan ibu sebagai manajer  yang mencari cara agar kebijakan tersebut bisa diterapkan di rumah tangganya.
Setiap anggota keluarga memiliki kewajiban  untuk membiasakan diri saling tolong menolong dalam memberi nasihat dengan cara yang baik kepada anggota keluarga lain ketika melakukan kesalahan. Misalnya mengingatkan untuk shalat  atau berdoa sebelum memulai suatu pekerjaan. Juga adab mengucapkan terima kasih atas pertolongan setiap anggota keluarga, baik kepada yang masih kecil maupun yang sudah besar. Dan akan menjadi sebuah penderitaan tersendiri bagi seorang anak yang tidak mendapatkan penjagaan, dan pengayoman dari orang tua dalam bentuk tidak pernah memberikan pelajaran agama dan lebih sibuk dengan urusan mencari nafkah dan kehidupan dunia.
Keempat, adanya keteladanan (qudwah). Hal ini perlu dilakukan oleh pemimpin dalam rumah tangga. Hal ini sangat penting khususnya bagi anak-anak, karena mereka memerlukan contoh yang nyata dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah salah satu kewajiban orang tua yang akan dimintakan pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Selanjutnya, berusaha membudayakan kasih sayang  diantara anggota keluarga : yang tua mengasihi yang muda dan yang muda menghormati yang lebih tua. Karena tanpa adanya keteladanan, yang terjadi adalah kontradiktif, misalnya orang tua menyuruh agar anaknya menepati janji tapi dia sendiri sering mengingkari janji, menyuruh jujur padahal orang tuanya sendiri sering dusta. Realitas seperti ini, akan berakibat buruk pada kepribadian anak.
Kelima, membudayakan musyawarah dan keterbukaan pendapat. Istri menghormati suami sebagai pemimpin dalam mengambil keputusan. Menyelesaikan problem dengan jalan musyawarah yang mengikutsertakan anggota keluarga bahkan termasuk anak-anak sangat diperlukan agar setiap keputusan yang diambil dapat diterima dan dipertanggungjawabkan. Suami menyayangi dan menghargai si istri dengan cara mengajaknya bermusyawarah atas segala keputusan. Sang adik diajarkan untuk menghormati kakak, sang kakak diajarkan untuk menyayangi adik. Sekalipun kepada pembantu, anak-anak diajarkan untuk menghormati mereka dan menghargai jasanya dalam membantu mengurus rumah tangga. Sehingga dalam keluarga tersebut tercipta perasaan persamaan derajat dan saling menghormati antara yang satu dengan yang lain.
Jika kelima syarat tersebut dapat diterapkan di masing-masing keluarga yang ada dalam masyarakat, Insya Allah konsep keluarga sakinah bukan hanya sekedar angan-angan tetapi dapat kita wujudkan, sehingga pada akhirnya mendapatkan keluarga bahagia dunia dan akhirat dalam keridlaan Allah Swt. Amin.

Tidak ada komentar: