SELAMAT DATANG DI WEB SEKSI URAIS KANKEMENAG KAB. BLORA ............... ::...:: ........... SEBAGAI SARANA INFORMASI ........... :: ...:: .......... SEMOGA BERMANFAAT ..............::... :: ............. SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

Senin, 12 Maret 2012

PERLUKAH MELURUSKAN ARAH KIBLAT?

Perlukah Meluruskan Arah Kiblat? Sebuah pertanyaan yang mengemuka ketika kita dihadapakan pada kenyataan bahwa menurut penelitian dan pengamatan arah masjid atau mushalla umat Islam di Indonesia belum seluruhnya menghadap tepat ke arah Masjidil Haram yang merupakan kiblat kita sewaktu shalat. Sedangkan menghadap kiblat adalah salah satu dari syarat sahnya shalat.
Antara masjid yang satu dengan yang lain ada perbedaan-perbedaan arah kiblatnya, misalnya saja Masjid Menara Kudus memiliki sumbu bangunan 25 derajat kearah utara, Masjid Kotagede Jogjakarta sumbu bangunannya 19 derajat, Masjid Agung Jepara 15 derajat, Masjid Tembayat Klaten 26 derajat, Masjid Agung Surakarta bergeser 10 derajat dan Masjid Agung Baitunnur Blora sebesar 8 derajat. Lalu bagaimana dengan masjid kita?
Data-data tersebut membuktikan dan menyimpulkan bahwa selama ini arah kiblat masjid yang banyak tersebar di tengah masyarakat satu sama yang lain masih ada perbedaan-perbedaan. Bahkan perbedaan mencapai lebih dari 20 derajat, adalah tidak keliru dan tidak berlebihan.
Melihat fenomena demikian, kiranya perlu kita meluruskan kiblat masjid kita. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan keyakinan dalam beribadah secara ainul yaqin atau paling tidak mendekati atau bahkan sampai baqqul yaqin, bahwa kita benar-benar menghadap kiblat (Ka’bah). Karena perbedaan per derajat saja sudah memberikan perbedaan ke-mlenceng-an arah seratusan kilometer. Bagaimana kalau perbedaan puluhan derajat, bias-bisa arah kiblatnya melenceng diluar jauh Masjidil Haram, tidak hanya luar jauh dari Baitullah (Ka’bah).
Menghadap kiblat adalah satu keharusan (syarat) dalam salat. Salat dinyatakan tidak sah jika tidak menghadap Kakbah, karena menghadapnya adalah kemestian untuk sah dan berkualitasnya salat seorang muslim. Allah berfirman :“wa min haytsu kharajta fa walli wajhaka syathral masjidil haram wa haytsu ma kuntum fa wallu wujuhakum syathrah”- “ Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram. Dan dari mana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu kearahnya” [QS. Al-Baqarah (02): 150]
Hanya saja sekarang timbul pertanyaan, apakah harus persis menghadap ke Baitullah atau boleh hanya ke arah taksirannya saja. Dalam hal ini perlu kita memahami bahwa agama Islam bukanlah agama yang  sulit dan memberatkan, sebagaimana firman  Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 286 : “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya “
 Apalagi dalam soal kiblat ini kita di perintahkan menghadap kiblat  dengan lafaz shathrah yang berarti arah. Oleh karena itu, sudah barang tentu bagi yang langsung dapat melihat Ka’bah baginya wajib berusaha agar dapat menghadap persis ke Ka’bah. Sedangkan orang yang tidak langsung dapat melihat Ka’bah karena terhalang atau jauh, baginya hanya wajib menghadap ke arahnya saja dengan pertimbangan yang terdekat arahnya. Sehingga bagi kita biasa melafalkan  niat  “mustaqbilal qiblah” dalam niat mengawali untuk shalat.
Untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan amal ibadah kita dengan ainul yaqin atau paling tidak mendekatinya atau bahkan sampai pada haqqul yaqin, kita perlu berusaha agar arah kiblat yang kita pergunakan mendekati persis kepada arah yang persis menghadap ke Baitullah. Jika arah tersebut telah kita temukan berdasarkan hasil ilmu pengetahuan misalnya, maka kita wajib mempergunakan arah tersebut selama belum memperoleh hasil yang lebih teliti lagi.  Hal ini relevan dengan firman Allah surat az-Zumar 17-18 ”… sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-HambaKu, yang mendengarkan perkataan-perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah di beri petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
Sehingga sudah barang tentu kita perlu mencari kesimpulan arah mana yang paling mendekati kebenaran pada arah kiblat sebenarnya. Dengan demikian, menyikapi banyaknya terjadi perbedaan dalam besaran-besaran sudut penunjuk arah kiblatyang terjadi di masyarakat selama ini, perlu adanya pengecekan kembali dengan melakukan pengukuran kembali arah kiblat. Mestinya banyak system penentuan arah kiblat yang dapat dikategorikan akurat, seperti dengan menentukan azimuth kiblat dengan scientific calculator atau dengan di bantu alat tekhnologi canggih semacam theodolite dan GPS (Global Position System) atau dengan cara tradisional yakni melihat bayang-bayang matahari  pada waktu tertentu (rashdul kiblat) setelah mengetahui data lintang dan bujur tempat serta mengetahui lintang dan bujur Ka’bah.
Bagaimana dengan kompas? Kompas yang selama ini beredar di masyarakat kiranya memang dapat di gunakan untuk menentukan arah kiblat namun masih  sebatas ancar-ancar yang masih perlu  di cek kebenarannya. Karena berbagai model kompas termasuk kompas kiblat masih mempunyai kesalahan yang bervariasi sesuai dengan kondisi tempat (Magnatic Variation). Apalagi pada daerah yang banyak baja atau besinya, akan mengganggu penunjukkan utara-selatan magnet.
Secara garis besar arah kiblat berdasarkan perhitungan astronomi untuk daerah jawa Tengah sekitar 24 derajat 10 menit sampai 25 derajat dari titik barat sejati ke arah utara sejati. Sehingga dapat dicek dengan sudut busur tersebut setelah mengetahui arah utara-selatan sejati. Salah satu cara tradisional yang dapat menghasilkan hasil akurat adalah dengan bayang-bayang matahari sebelum dan sesudah kulminasi matahari dalam sebuah lingkaran. Atau dengan cara yang sangat sederhana yakni rashdul kiblat yakni hari-hari tertentu setiap tahun ketika matahari berada tepat di atas ka’bah sehingga semua benda tegak lurus adalah mengarah ke kiblat. Meskipun pada dasarnya rashdul kiblat dapat di hitung setiap hari dengan mengetahui deklinasi matahari.
Oleh karena itu , untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan amal ibadah kita khususnya shalat dengan ainul yaqin atau paling tidak mendekatinya atau bahkan sampai dengan haqqul yaqin, marilah kita berusaha meluruskan arah kiblat masjid dan mushala kita, agar ibadah shalat kita mendekati persis kepada arah menghadap ke Baitullah. Sehingga ketika kita shalat, kita yakin benar telah mustaqbilal kiblat.

Tidak ada komentar: